di malam kesembilan puluh sembilan..

pada sebuah cerita, si tua alfredo dari “cinema paradiso” berkisah tentang prajurit-jaga yang jatuh cinta kepada putri raja. kala itu, perempuan itu merupakan makhluk tercantik yang pernah ditemui prajurit-jaga seumur hidupnya.

“tapi apalah arti seorang prajurit-jaga untuk memimpikan bersanding putri raja,” tutur alfredo kepada toto yang khusyuk mendengarkan.

toto memang tengah dimabuk cinta. di benak seorang remaja yang beranjak dewasa, bagi toto cinta adalah segalanya. harta, juga status tahta, apalagi realita, bukanlah sekat bagi insan yang terkena panah asmara.

begitu pula bagi seorang prajurit-jaga. hingga ketika datang suatu kesempatan, prajurit-jaga itu memberanikan diri menyatakan cinta.

terpesona dengan keteguhan (katakanlah) cinta prajurit-jaga, putri raja memberi kesempatan. sebuah syarat kemudian diajukan:

jika kamu bisa setia selama 100 hari dan 100 malam, menunggu di bawah balkon kamarku, di muara penantian aku akan sepenuhnya menjadi milikmu,” ucap putri raja.

sialnya, prajurit-jaga itu menyanggupi syarat yang diajukan putri raja.

satu malam…

sepuluh malam..

dua puluh malam..

pemandangan sama selalu dilihat putri raja: prajurit-jaga di bawah balkon kamarnya.

terkadang prajurit-jaga itu meringkuk karena dingin. terkadang prajurit-jaga itu terlihat berusaha mematung, ketika hujan, salju, bahkan sengatan tawon mencoba mengganggunya.

begitu gelapnya cinta menutup kesadaran prajurit-jaga.

tapi, di malam kesembilan puluh..

saat hujan dan peluh mungkin telah mengering, air mata mulai membasahi sudut mata prajurit-jaga.

dalam benaknya, prajurit itu terpikir untuk menyerah. tapi benak yang lain memintanya untuk bertahan.

bagaimana dengan hati? entah, apakah hati masih berfungsi bagi seorang pecinta yang mendamba akhir yang bahagia, kemudian ditampar realita, kemudian berharap lagi ada bahagia, dan ditampar lagi realita, dan terulang seperti itu, terus menerus.

hingga akhirnya,

di malam kesembilan puluh sembilan..

tiba-tiba prajurit-jaga itu lupa akan hal-hal yang membuatnya bertahan.

wajah cantik putri raja perlahan dianggapnya tak lagi istimewa. segala keindahan yang dibangun ilusinya juga perlahan terganti. hatinya kini seakan dipenuhi serakan guguran daun, yang menjadi penanda bahwa musim tak lagi bersemi, dan mulai meniupkan dingin yang tak ramah.

di malam kesembilan puluh sembilan..

prajurit-jaga itu pun beranjak pergi.

meninggalkan putri raja, yang menahan isaknya dalam sunyi.

mengetahui akhir cerita yang tak berujung bahagia, toto pun hanya mampu menyisakan tanya, mengapa?

“bagaimana pun, selama sembilan puluh sembilan malam, prajurit-jaga itu tinggal dalam tahanan ilusi, bahwa putri-raja menantinya di akhir penantian, menunggunya..” demikian benak toto, berusaha menerka.

***

epilog:

jika suatu saat kamu baca cerita ini, puan, dan masih mencari jawaban. anggap saja cerita si tua alfredo dari “cinema paradiso” ini sebagai jawaban.

anggap saja aku telah melewati sembilan puluh sembilan hari, dan sembilan puluh sembilan malam itu… menunggumu.

– bayu galih | januari, 2012


Leave a comment